Kamis, 14 Juli 2011

Tentang Saya, Tetangga, dan BollyDut!

Layar pojok kanan atas hape saya menunjukkan angka 22:07. Itu artinya saat ini sudah cukup larut untuk daerah desa dan sekitarnya. Manusia, sapi dan ayam juga sudah banyak yang pingsan di peraduan, teracuni otaknya oleh sinetron naudzubillah yang mereka tonton sejak ba'da isya' tadi. Seperti biasa, saat-saat seperti ini adalah saat favorit saya untuk melakukan hal-hal yang sama sekali tak bisa saya lakukan ketika keponakan saya yang paling kecil dan nakal masih terjaga, mengganggu apapun yang saya lakukan, seolah ketenangan saya adalah perkara paling haram yang harus segera ia akhiri dengan segala keributan yang dibuatnya. Sementara hal-hal yang saya gilai, seperti membaca, menulis dan merenung (maksud saya melamun), adalah kegiatan yang membutuhkan konsentrasi yang tidak rendah. Dan saat-saat tenang nan damai yang saya dapatkan setiap larut malam juga merupakan hal langka selama ibunda tercinta saya belum terlelap. Maklum, beliau hanya berhenti menanyai saya tentang urusan lulus-kerja-nikah pada dua waktu; yakni ketika menonton sinetron naudzubillah dan terlelap. Alhasil, pada jam-jam ini saya benar-benar menikmati hidup saya di rumah, hidup saya di desa. Pada saat saya membuka lembar ke-13 (angka ini tidak berarti apa-apa, hanya sebuah kebetulan belaka. Tapi bagi Anda yang berprofesi sebagai bandar, silahkan dicoba untuk nomor togelnya. :p) cerita Nizami tentang Layla Majnun, saya tiba-tiba tercekat mendapati indera pendengar saya menangkap sayup bunyi dari pengeras suara tetangga yang letaknya lumayan jauh dari ruang dimana saya menulis catatan ini. Namun semakin lama, suara itu semakin jelas terdengar, musik khas Bollywood pun memenuhi udara sekitar tempat kami tinggal. Pertama saya menikmati saja alunan itu, tapi ketika telinga saya menangkap suara aneh yang tidak lazim diucapkan oleh Shah Rukh Khan dan kerabatnya, saya langsung menempelkan telinga ke tembok. Benar saja, lagu yang diputar oleh tetangga saya yang entah sedang memiliki hajat atau hanya sekedar iseng tersebut adalah lagu Bollywood yang diaransemen ulang menjadi semacam BollyDut. Mata saya menyipit, kening saya mengerut: begitu kreatifnya bangsa ini menjadi plagiator sehingga apapun yang dijiplak selalu menghasilkan karya yang fantastis, tapi memuakkan! Loh, kenapa saya malah membahas moral bangsa yang kian bangsat? bukannya tadi kekesalan saya adalah pada moral tetangga yang tak tau aturan, tak memahami hak sesama untuk beristirahat dikala malam dengan tenang? Ah, Saya juga bingung. Yang pasti saya kesal sekali pada tetangga yang tak bisa menghargai hak orang lain untuk tidur nyenyak dan pada pencipta lagu yang telah menodai nama bangsa dan mengoyak musik Bollywood menjadi dendang BollyDut. Atas nama Warga Erte Tiga Lima, atas nama Rakyat Indonesia dan atas nama Pecinta Shah Rukh Khan, saya tidak rela hening malam ini dikoyak lagu jiplakan yang sangat memalukan dan memilukan!!




[Bondowoso, 17 Juni 2011]

Rabu, 13 Juli 2011

Tiga Jam!

Berhari-hari kupendam rasaku untuk segera menemui dan memintamu menjadi bagian dari hidupku. Detik segera berubah menit, menit menjelma hari: semua yang aku lakukan terasa begitu menyiksa sebelum aku benar-benar menemuimu. Tapi beginilah cinta, semakin aku mengelak, semakin kencang dia membelitku. Sementara aku, masih tak ingin membunuh imajinasi tentangmu dengan sebuah pertemuan. Karena bagaimanapun, imajinasi adalah hal terindah yang pernah Tuhan ciptakan di dunia ini. Imajinasi pula, yang menuntunku pada sebuah gairah yang masih dan mungkin tak akan pernah bisa kuterjemahkan kedalam kata.
Kau adalah mahkluk terhebat yang hidup dalam alam pikirku saat ini. Aku mengagumimu lebih dari kekaguman seorang manusia pada sebuah instrumen representasi peradaban baru. Aku telah terpesona sebelum pandangan yang pertama. Bukan indera, tapi pikiran dan hati yang telah menasbihkanmu menjadi bagian terbaik dalam tiga puluh hariku belakangan ini. Sungguh, merindukanmu adalah hal terindah yang bisa aku lakukan disetiap detik nafasku. Akupun telah berjanji pada diri sendiri untuk selalu menjagamu kelak. Untuk selalu mencurahkan seluruh kebaikanku padamu. Tak akan kusakiti dan tak akan kubiarkan orang lain menyakitimu, walau sedikit. Keselamatanmu adalah mutlak menjadi tanggung jawabku. 
Ah, tak sabar rasaku untuk segera menemui, memeluk, dan membimbingmu pulang bersamaku. Tiga jam bagaikan tiga tahun. Ingin sekali aku mengelus dan menciumimu dengan penuh cinta. Tiga jam! Ya, tiga jam lagi aku akan melihatmu berada dalam dekapanku. Tapi lagi-lagi tiga jam itu terasa bagaikan tiga tahun. Waktu sepertinya berhenti tanpa alasan yang jelas, tak rela menjadi saksi pertemuan kita. Angin yang biasanya bersahabat juga ikut-ikutan bertingkah, ia enggan berhembus untuk mengeringkan baju terbaikku yang akan kukenakan nanti. ia sepertinya juga tak ikhlas membiarkanku memelukmu dalam keadaan tercantikku. Aih, sinis sekali waktu dan angin ini! Beruntung Tuhan menciptakan matahari dan setrika listrik, yang melalui cahaya dan panasnya pakaianku masih bisa terselamatkan. [Sekali lagi: terimakasih, Tuhan! terimakasih, mbah Henry W. Seeley!]. Nafasku juga ikut-ikutan tercekat di tekak, menyabotase sistem respirasi, menghadang oksigen yang hendak mengalir ke seluruh tubuh bersama darahku, tujuannya pasti tak lain untuk menghentikan segala imajinasi tentangmu di otakku. Ada apa ini? Kenapa semua yang berada di sekitarku sepertinya tak mau melihatmu bahagia berada di sisiku? Atau aku sedang mengidap gangguan mental dengan kecurigaan tidak logis  yang banyak menimpa orang yang sedang jatuh hati?  Ah, entahlah...!! Aku tak tau dan tak mau tau! Terpenting bagiku adalah mengumpulkan sisa tenaga untuk menghampiri dan membawamu pulang ke rumah kost kecil kita nanti, calon Rice Cooker-ku!
:p