Rabu, 13 Juli 2011

Tiga Jam!

Berhari-hari kupendam rasaku untuk segera menemui dan memintamu menjadi bagian dari hidupku. Detik segera berubah menit, menit menjelma hari: semua yang aku lakukan terasa begitu menyiksa sebelum aku benar-benar menemuimu. Tapi beginilah cinta, semakin aku mengelak, semakin kencang dia membelitku. Sementara aku, masih tak ingin membunuh imajinasi tentangmu dengan sebuah pertemuan. Karena bagaimanapun, imajinasi adalah hal terindah yang pernah Tuhan ciptakan di dunia ini. Imajinasi pula, yang menuntunku pada sebuah gairah yang masih dan mungkin tak akan pernah bisa kuterjemahkan kedalam kata.
Kau adalah mahkluk terhebat yang hidup dalam alam pikirku saat ini. Aku mengagumimu lebih dari kekaguman seorang manusia pada sebuah instrumen representasi peradaban baru. Aku telah terpesona sebelum pandangan yang pertama. Bukan indera, tapi pikiran dan hati yang telah menasbihkanmu menjadi bagian terbaik dalam tiga puluh hariku belakangan ini. Sungguh, merindukanmu adalah hal terindah yang bisa aku lakukan disetiap detik nafasku. Akupun telah berjanji pada diri sendiri untuk selalu menjagamu kelak. Untuk selalu mencurahkan seluruh kebaikanku padamu. Tak akan kusakiti dan tak akan kubiarkan orang lain menyakitimu, walau sedikit. Keselamatanmu adalah mutlak menjadi tanggung jawabku. 
Ah, tak sabar rasaku untuk segera menemui, memeluk, dan membimbingmu pulang bersamaku. Tiga jam bagaikan tiga tahun. Ingin sekali aku mengelus dan menciumimu dengan penuh cinta. Tiga jam! Ya, tiga jam lagi aku akan melihatmu berada dalam dekapanku. Tapi lagi-lagi tiga jam itu terasa bagaikan tiga tahun. Waktu sepertinya berhenti tanpa alasan yang jelas, tak rela menjadi saksi pertemuan kita. Angin yang biasanya bersahabat juga ikut-ikutan bertingkah, ia enggan berhembus untuk mengeringkan baju terbaikku yang akan kukenakan nanti. ia sepertinya juga tak ikhlas membiarkanku memelukmu dalam keadaan tercantikku. Aih, sinis sekali waktu dan angin ini! Beruntung Tuhan menciptakan matahari dan setrika listrik, yang melalui cahaya dan panasnya pakaianku masih bisa terselamatkan. [Sekali lagi: terimakasih, Tuhan! terimakasih, mbah Henry W. Seeley!]. Nafasku juga ikut-ikutan tercekat di tekak, menyabotase sistem respirasi, menghadang oksigen yang hendak mengalir ke seluruh tubuh bersama darahku, tujuannya pasti tak lain untuk menghentikan segala imajinasi tentangmu di otakku. Ada apa ini? Kenapa semua yang berada di sekitarku sepertinya tak mau melihatmu bahagia berada di sisiku? Atau aku sedang mengidap gangguan mental dengan kecurigaan tidak logis  yang banyak menimpa orang yang sedang jatuh hati?  Ah, entahlah...!! Aku tak tau dan tak mau tau! Terpenting bagiku adalah mengumpulkan sisa tenaga untuk menghampiri dan membawamu pulang ke rumah kost kecil kita nanti, calon Rice Cooker-ku!
:p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar